Jangan Takut Ditolak Urusan Dunia. Takutlah Ketika Allah Mulai Cemburu

Senin, 22 Februari 2021

 

Jangan takut ditolak

Lagi-lagi penolakan itu hadir kembali. Entah sudah berapa kali orang yang pernah mengaku sebagai sahabat, tiba-tiba mematahkan kepercayaanku, mengkhianatiku, dan bahkan sudah tak mau mengenaliku kembali.


"Cerita ya kalau ada apa-apa. Jangan segan atau malu.”


Perkataan tersebut mengakar dalam pikiranku sejak pertemanan itu terjalin. Makanya, aku sangat ingat dan menyimpannya rapat seolah apa yang mereka ucapkan itu memang benar. Merekalah orang-orang yang akan selalu ada ketika aku membutuhkan pundak untuk bersandar. Merekalah orang-orang yang akan memelukku ketika aku merasa sendirian, dan mereka juga yang akan rela mengusap airmataku saat aku merasa terjatuh di sebuah jurang terdalam.


“Aku akan ada buatmu. Kapanpun kamu butuh.”


Itu adalah perkataan terbodoh yang lagi-lagi aku merekamnya dalam pikiran sekaligus mempercayainya. Padahal setelahnya, mereka akan sibuk dengan hidupnya masing-masing.


Baca Juga:

Ketika Kamu Lelah dan Berpikir Untuk Menyerah

7 Cara Mengatasi Insecure pada Diri Sendiri


Yang tadinya teman dekat, kemudian mereka tak lagi menyimpan nomor pribadiku. Tak ada lagi lagi sapaan “Selamat pagi, semangat untuk hari ini, ya.” Tak ada lagi yang ngajakin aku buat berdiskusi. Tak ada lagi yang memanggilku dengan panggilan sayang seperti biasanya.


Ya, pada akhirnya, mereka yang dekat ternyata tidak menganggapku bukan siapa-siapa. Mungkin saja dari dulu, ada atau tidak ada diriku di lingkaran mereka, tidak ada artinya apa-apa.


Akupun mulai mencari tahu, salah apakah diriku? Hingga mereka enggan lagi mendengarkanku? Akupun mulai merenung dan mulai insecure dengan diriku sendiri “Aku salah. Aku harus mintamaaf.” 


Namun, semakin aku menyalahkan diriku sendiri, aku semakin sakit. Aku mulai kebingungan ke mana harus melangkah? Mungkinkah aku salah tempat selama ini? Apakah memang bukan mereka yang bisa mengerti diriku?


“Aku salah apa? Tolong kasih tahu agar aku tahu dan memahami kalian.”


Tak ada sahutan sedikitpun. Sementara semakin hari, berkomunikasi rasanya hambar. Enak nggak sih begini? Jelas tidak.


Aku merasa tidak baik-baik saja. Aku merasa terpuruk. Lagi-lagi, apakah aku ditolak? Ide-ide dan kerja kerasku bersama mereka bak debu tertiup angin. Berteman denganku mungkin dianggap sebuah kesialan. Harusnya mereka nggak usah berteman denganku. Atau menjanjikan sesuatu padaku hingga aku meganggapnya sebuah harapan di masa depan.


Aku malu. Sungguh, keberadaanku seperti hantu. Aku merasa menjadi orang yang tidak berharga karena telah melakukan kesalahan fatal, menurut mereka. Ingin rasanya protes, tetapi mulutku seolah diganjal oleh bola meriam. Hingga akupun memilih pergi tanpa berkata apapun. Tersenyum getir sembari mengoreksi diri.


Baca Juga: 

Manfaat Positive Thinking untuk Kesehatan Tubuh

Jangan Pernah Merasa Sendiri, Ada Allah Bersama Kita


Penolakan demi penolakan akhirnya membuat diriku berani dengan tegar berdiri di depan cermin. Menanyakan padanya, “Adakah sesuatu yang menjijikkan dalam diriku? Sampai-sampai mereka melihatku saja tak sudi. Permintaan maaf sudah tak berarti.”Berulang kali aku menanyakan hal yang sama. Tanpa bosan, tanpa merasa paling benar.


Aku duduk sejenak di ruangan gelap. Sembari memejamkan mata dan mulai berpikir dengan jernih. “Ternyata, ditolak itu tidaklah sakit. Yang paling sakit ketika mereka menerimaku dengan penuh keterpaksaan. “


Buliran bening menetes tanpa henti. Harusnya aku menyadari jika tak semua orang bisa menerimaku. Menerima keburukanku dan kelemahanku. Bukankah hak mereka untuk suka dan tidak suka padaku? Sekalipun sesekali mereka pernah mengajakku berdiskusi. Bilang aku sangat berarti.


Aku menatap cermin kembali. Di sana kulihat bayangan seseorang di mana mata bulatnya menyalakan api.


“Kamu salah. Kamu sudah mengabaikan tanggungjawab dari mereka. Kamu berjalan semaumu saja.”


Aku terenyak. Setelah kuamati dengan seksama, bayangan itu mirip sekali denganku. Dia marah dengan diriku. Melontarkan kalimat pedas yang seketika membuat hatiku patah berkeping-keping.


Sementara aku tidak sadar selama ini justru aku telah menyakiti bayanganku. Aku terlalu memaksakan diri agar orang lain selalu menyukaiku, selalu merindukan kehadiranku. Padahal tidaklah benar.


Kenapa aku telat sadar?


Faktanya, aku tidak mencintai diriku sendiri. Demi membuat orang lain senang, aku telah menyiksa diriku sendiri. Tangisku semakin pecah. Aku semakin bersalah pada bayanganku di cermin. Hingga mau tak mau akupun harus memeluknya. Mendekapnya erat.


“Tak apa jika seluruh dunia menolakmu. Yang penting kamu bisa menerima kekuranganmu. Tak mengapa seluruh dunia tidak menerimamu. Yang penting    kamu tidak mengabaikan kesempatan untuk belajar menerima dirimu sendiri."


Wahai diri, berdamailah. Jangan takut ditolak. Takutlah jika kamu terlalu berharap pada seseorang yang memberikan harapan, padahal bisa saja dia tidak menginginkanmu.


Wahai diri, berdamailah. Jangan takut ditolak. Takutlah pada Allah yang sangat mencemburui hati yang berharap pada selain Dia. Kamu tak perlu mendapat pengakuan dari mereka. Cukup pengakuan dari Allah saja.

Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9